Engkau Masih
Sahabatku
Tidakkah kau merindukanku? Kenapa kau begitu mudah melupakan
masa-masa indah kita? bukankah kita sudah saling mengenal satu sama lain? Ah,
entahlah,, siapa aku hingga aku harus merasa begitu kehilangan tanpa dirimu.
Tringg,, suara hp itu membuyarkan lamunanku. Kuraih hpku
dari saku dan kulihat ada sms masuk, dari temanku satu asrama sebuah kata
mutiara dikirimkan ke nomerku, tadinya aku malas untuk membaca. Tapi sekilas
ada kata-kata yang membuatku ingin untuk membacanya.
“untukmu yang pernah mengenalku, aku memang tak mempunyai
banyak kelebihan untuk bisa dibanggakan. Tapi taukah kamu, bahwa mengenalmu
adalah anugerah untukku. Dari mengenalmu aku paham apa arti sahabat
sesungguhnya, hingga aku tak perlu takut lagi untuk kau tinggalkan. Meski
berulang kali kau akan mencampakkan aku, tapi tak akan aku pernah merasa sakit
hati. Aku percaya kau tidak akan pernah serius untuk meninggalkanku, dan aku
akan selalu ada untukmu. Kapanpum kau membutuhkanku, teman. ukhuwah ini
menyatukan kita. Langkah ini mempererat kita.”
Subhanallah,, kata itu terucap begitu saja dari mulutku,
tanpa terasa ada yang mengalir dipipiku, dan ternyata air mataku. Aku menangis
membaca kata-kata itu. Sesaat aku mulai sadar banyak mata yang memandangiku,
mungkin mereka penasaran kenapa aku menangis. Segera kuhapus air mataku dan
kucepatkan langkah kakiku, karena ku ingin segera sampai dikontrakanku. Otakku
mulai dipenuhi dengan berbagai pertanyaan, hatikupun dipenuhi dengan
perasaan-perasaan tak menentu yang ingin segera kutuangkan.
Sesampainya dikontrakan, ku ucapkan salam dan ternyata hanya
ada 2 orang temanku, entah kemana yang lainnya, mungkin masih dikampus. Ku
kibaskan fikiran itu, segera kumasuki kamarku dan kuambil hpku. Tak perlu piker
panjang lagi, segera ku pencet-pencet tuts dalam hpku, ku kirim pada salah satu
kontak yang tersimpan di hpku yang kuberi nama Nada. Yah nama itu, adalah nama
temanku sejak kecil, kami berpisah sejak SMA karena tak lagi satu sekolah kami
jadi jarang bertemu. Seusai lulus MTs aku memutuskan untuk sekolah dikota
sesuai saran dari orang tuaku, sedangkan Nada, dia melanjutkan sekolah didesa,
yang letaknya berdekatan dengan sekolahku di MTs dulu.
Dulu kami masih sering komunikasi, bercanda, bercerita,
meski jarang bertemu tapi tak jarang kami lewati waktu bersama walau hanya
dengan alat komunikasi. Tapi entah apa yang membuat dia marah dan benci padaku,
hingga tak pernah lagi mau untuk mengghubungiku. Terakhir kali dia menhubungiku
dia bilang dia kecewa denganku, “kamu sudah berbeda bukan lagi Aida yang ku
kenal, Aida tak pernah mengaturku, dia selalu mendukung apapun keputusanku.
Tapi Aida yang sekarang mulai banyak omong dan suka ngatur. Aliran yang kamu
ikuti itu sesat, gak sadar juga kamu, lihatkan sekarang semua orang menjauhi
kamu. Kalau kamu masih ingin berteman denganku kembalilah seperti Aida yang
dulu, yang nggak banyak omong.”
Rasanya begitu sesak dadaku jika teringat sms darinya itu.
Sempat kubalas smsnya dan kuberikan penjelasan, namun tak juga dia
menanggapinya. Bahkan sejak saat itu tak pernah lagi kudapat sms darinya dan
smsku pun tak pernah dibalas.
“aku hanya ingin berhijrah dari kejahiliahanku dulu Na, dan
aku menyayangimu, untuk itu aku ingin mengajakmu bersama denganku berhijrah
dari jahiliah itu. Kenapa tak juga kau pahami. Sungguh kebencianmu padaku
sangat menyiksaku. Tak ada yang salah dengan perubahanku, taka da yang
menyesatkan, aku hanya ingin menjadi muslimah yang taat. Tidakkah kau ingat
dulu kau bilang ingin masuk jannahNya bersamaku, agar kita tetap bisa bersahabat
disana.”
Isak tangisku tak dapat lagi kutahan, semakin kuingat
semakin menjadi tangisanku. “Allahu akbar allahu akbar” suara adzan itu
menyadarkanku. Apa yang telah aku lakukan, kenapa aku harus menangis hanya
dengan sebuah masalah kecil seperti ini. Aku harus bertemu dengan Nada, aku
harus menjelaskannya.
Ku ambil wudhu dan sholat berjamaah bersama teman satu
kontrakanku. “dek anti nanti ada acara? temani aku yuk beli buku” ajak teman
satu asrama yang satu tigkat lebih senior dariku. “iya mbak Rinda boleh, aku
nggak ada acara” jawabku.
Ba’da magrib aku dan mbak rinda pergi ke sebuah mall yang
letaknya tak jauh dari asramaku, hanya membutuhkan waktu 15 menit untuk bisa
sampai disana. Kami langsung menuju tempat buku-buku berjajar rapi seolah
menyapa pada setiap pengunjung yang datang. Buku-buku Islam, ya itu tempat buku
yang dicari, sambil menunggu mbk rinda mencari buku, akupun tak mau melewatkan
untuk melihat-lihat buku itu, siapa tau ada yang bagus dan menarik untuk
kubaca. Rasanya lama aku tak baca komik, ku alihkan pandanganku untuk mencari
letak komik-komik itu, dan benar kutemukan segera kulangkahkan kakiku untuk
kesana, ketika meliwati seorang pungunjung kuhentikan langkahku, rasanya aku
taka sing dengan orang itu, begitu penasarannya ku langkahkan kaki untuk lebih
dekat biar bisa lebih jelas aku melihatnya.
Seketika itu juga, ada perasaan senang dan juga sedih ketika
melihat ornag itu. Iya aku kenal orang itu, dia temanku, dia orang yang hendak
aku temui, iya dia Nada. Kuberanikan diri untuk menyapanya, biar bagaimanapun
aku harus bicara dengannya.
“Assalamualaikum,, Nada??”
“Waalaikumsalam, kamu?
“Iya Na ini aku, aku rindu banget sama kamu.”
Tanpa menghiraukanku dia langsung pergi hendak menjauhiku.
Tanpa pikir panjang kuhalangi langkahnya.
“Na maafkan aku, maafkan semua kesalahanku, sefatal itukah
kesalahanku hingga kamu tak mau lagi melihatku? Na aku mohon bicaralah, aku tak
ingin ada dusta di antara kita. Kamu sahabatku, sejak kecil kita sudah bersama,
apakah tak ada lagi kata maaf untukku.”
“Ini sudah malam, aku harus pulang.” Jawabnya
Dia meninggalkanku sendiri yang masih mematung. Menyerah,
sempat terbesit dalam fikiranku untuk menyerah. Tapi hati nuraniku mencegahnya.
Ya aku tak boleh menyerah, aku yakin diapun merindukanku. Bersabarlah kita
pasti akan bersatu lagi.